HATI HATI MENGGABUNGKAN OBAT HERBAL DAN OBAT FARMASI
![](http://4.bp.blogspot.com/-Mpplf8-KFaU/T0wtGWPHtQI/AAAAAAAAAKU/m15AfxVgE5U/s1600/420367_2923383883843_1238234328_32424214_652612656_n.jpg)
Herbal
telah digunakan untuk pengobatan sejak awal keberadaan manusia. Bahkan,
sampai dengan 150 tahun yang lalu kita belum mengenal obat sintetis.
Sejak ahli kimia Wilhelm Hofmann dan mahasiswanya William Perkin
berhasil mensintesis kina di laboratorim mereka di tahun 1840-an, ribuan
obat sintetis telah dihasilkan. Transisi dari herbal ke obat sintetis
dipercepat oleh dua perang dunia yang menganggu perdagangan
internasional tumbuhan.
Selain itu, insentif berupa hak paten–
yang memberikan monopoli kepada pabrik farmasi sampai batas
daluwarsanya–membuat produksi obat sintetis lebih menarik. (Anda tidak
bisa mematenkan obat yang berasal dari alam). Periode dari 1945 sampai
1975 adalah masa keemasan perkembangan teknologi obat. Upaya intensif
yang dilakukan untuk memproduksi obat-obatan sintetis baru telah
menggeser penggunaan sebagian besar produk alami. Kini hanya sekitar 25%
obat yang masih menggunakan bahan-bahan aktif dari tanaman (misalnya
morfin, atropin, dan beberapa agen kemoterapi).
Namun, dalam
beberapa tahun terakhir fenomena sebaliknya terjadi: semakin banyak
orang yang beralih kembali ke herbal. Herbal juga semakin banyak yang
dijual dalam kemasan modern seperti kapsul atau tablet yang memiliki
takaran tertentu. Sebagai contoh, kian banyak orang yang mengambil
kapsul estrak bawang putih sebagai pengganti captopril untuk menurunkan
tekanan darah atau kapsul ekstrak sidaguri sebagai pengganti allopurinol
untuk menurunkan asam urat. Tren kembalinya masyarakat ke herbal ini
terutama disebabkan oleh keyakinan bahwa herbal lebih aman dan bahwa
obat tidak menjadi pengganti yang memuaskan untuk semua praktik
perawatan kesehatan yang telah diandalkan selama berabad-abad.
Sebagian orang ingin mendapatkan yang terbaik dari keduanya. Mereka
mengonsumsi obat sintetis yang dikombinasi dengan herbal. Ini adalah
praktik yang perlu diwaspadai karena dapat menyebabkan interaksi herbal
dan obat.
Interaksi herbal dan obat
Ketika herbal dan obat
digunakan bersama-sama, mereka dapat berinteraksi dalam tubuh Anda,
menyebabkan perubahan dalam cara kerja keduanya. Perubahan itu disebut
interaksi herbal dan obat, yang dapat bermanfaat atau berbahaya bagi
Anda, tergantung mekanismenya.
Beberapa contoh interaksi yang mungkin terjadi adalah:
1. Meningkatkan efek samping obat, mungkin menyebabkan keracunan
2. Mengurangi efek terapi obat, mungkin menyebabkan kegagalan
pengobatan. Interaksi juga dapat menyebabkan resistensi obat, sehingga
membatasi pilihan pengobatan di masa depan.
3. Meningkatkan efek terapi obat, mungkin menyebabkan overdosis.
4. Memodifikasi kerja obat, mungkin menyebabkan komplikasi yang tak terduga.
Mekanisme interaksi herbal dan obat dapat dibagi menjadi beberapa
kategori umum: interaksi farmakokinetik (penyerapan, distribusi,
metabolisme, dan ekskresi obat) dan interaksi farmakodinamik (efek
farmakologi gabungan dari obat).
a. Interaksi farmakokinetik
Interaksi farmakokinetik melibatkan perubahan dalam cara herbal dan
obat beredar melalui tubuh Anda dan dapat mengubah jumlah atau kadar
obat dalam tubuh Anda. Jika interaksi meningkatkan kadar obat, Anda
mungkin mengalami efek samping dan/ atau keracunan. Jika interaksi
menurunkan kadar obat, Anda kurang mendapatkan efeknya, mungkin
menyebabkan kegagalan pengobatan dan/ atau resistensi obat.
Ada beberapa tempat dalam tubuh Anda di mana interaksi tersebut dapat terjadi:
1. Perut (saluran pencernaan).
Ketika herbal dan obat diambil secara oral, mereka diserap ke dalam
aliran darah melalui lambung. Herbal dapat memengaruhi penyerapan obat
dan menyebabkan perubahan jumlah obat yang masuk ke aliran darah.
Sebagai contoh, beberapa herbal dapat mengubah lingkungan fisik perut,
seperti tingkat pH, sementara yang lain mungkin mengikat obat,
menyebabkan obat tetap berada di perut, bukannya memasuki aliran darah.
Beberapa herbal bisa mempercepat proses pencernaan, mengurangi masa
kehadiran obat untuk diserap oleh lambung.
2. Hati.
Setelah memasuki aliran darah, obat harus dimetabolisme oleh hati agar
menjadi aktif atau dihapus dari aliran darah. Hati berperan penting
dalam mengontrol tingkat dan efektivitas obat dalam tubuh Anda. Herbal
dapat mengubah metabolisme hati dengan merangsang atau menghambat enzim
hati.
3. Ginjal.
Beberapa obat dikeluarkan dari aliran
darah melalui ginjal. Pengaruh herbal terhadap fungsi ginjal dapat
mengubah kadar obat dalam darah. Jika herbal mengurangi fungsi ginjal,
kadar obat dalam darah dapat meningkat. Jika herbal meningkatkan fungsi
ginjal, kadar obat dalam darah dapat menurun.
b. Interaksi farmakodinamik
Interaksi farmakodinamik mengacu pada tindakan gabungan herbal dan obat
. Ketika diambil pada saat yang sama, herbal dan obat dapat bekerja
bersama-sama (sinergis) atau berlawanan (antagonistis).
Misalnya,
secara terpisah mereka memiliki efek samping yang sama, sehingga ketika
diambil bersama-sama menyebabkan efek samping meningkat. Banyak
interaksi herbal dan obat termasuk dalam kategori ini. Interaksi
farmakodinamik sulit untuk diprediksi atau dicegah.
TIPS UNTUK ANDA :
Untuk menghindari interaksi herbal dan obat yang merugikan, lakukanlah langkah-langkah berikut:
1. Ambil herbal dan obat secara terpisah
Mulailah satu produk pada satu waktu, dan jangan mengambi dosis
melebihi yang direkomendasikan. Bila Anda ingin menggabungkan dosis
herbal dengan dosis obat yang memiliki khasiat sama, minumlah herbal
terlebih dahulu dan ambil jeda sekitar 1-2 jam sebelum mengonsumsi obat
kimia.
Demikian pula bila Anda ingin menggunakan herbal untuk
mengurangi efek samping obat, seperti jahe untuk mual, atau daun jambu
untuk diare. Mengapa? Herbal cenderung memberikan efek lebih lambat
dibandingkan obat sehingga perlu diambil terlebih dahulu. Secara umum,
jangan mengambil herbal baru bersama-sama dengan obat baru. Pastikan
Anda telah terbiasa dengan obat yang diambil sehingga memahami efek
samping dan efek terapetiknya.
Berhati-hatilah saat mengambil
herbal bersama dengan obat untuk pengobatan kondisi medis kronis seperti
tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi , diabetes, gagal jantung,
reumatoid artritis, atau kanker. Beberapa tumbuhan dapat meningkatkan
toksisitas atau menetralkan efektivitas obat yang digunakan untuk
mengobati kondisi-kondisi medis tersebut. Contohnya, ekstrak ginkgo
biloba dan bawang putih dapat menyebabkan perdarahan bila dikonsumsi
bersamaan dengan aspirin, warfarin, dan asetaminofen.
Jahe
merupakan inhibitor sintetase tromboksan yang memperlama perdarahan.
Bila Anda mengambil warfarin atau obat lainnya yang memengaruhi
aktivitas trombosit, Anda tidak disarankan untuk mengambil ekstrak jahe.
Herbal yang memiliki komponen karbohidrat hidrokoloidal
seperti lidah buaya cenderung untuk mengikat obat lain sehingga
mengurangi penyerapannya di usus, terutama bila dikonsumsi dalam bentuk
utuh atau bubuk.
2. Jadilah pasien yang berpengetahuan
Pengetahuan adalah kunci untuk keamanan dan efektivitas pengobatan. Anda
harus mengetahui herbal dan obat apa saja yang Anda ambil dan mengapa.
Tanyakanlah kepada dokter, herbalis, atau apoteker mengenai manfaat
yang diharapkan dan potensi efek samping setiap pengobatan. Hindari
herbal yang memiliki “formula rahasia”.
Ketika Anda
berkonsultasi dengan dokter, bawalah semua obat Anda, termasuk obat
bebas, obat resep, suplemen dan herbal yang Anda konsumsi. Tanyakan apa
saja yang boleh terus dikonsumsi dan bagaimana mengonsumsinya untuk
mencegah interaksi yang merugikan. Bacalah literatur medis dan farmasi
tentang perkembangan terakhir dalam penelitian herbal dan obat. Apapun
caranya, semakin Anda berpengetahuan, semakin baik untuk Anda.
3. Berhati-hatilah memilih produk
Tidak semua produk herbal sama. Bahkan, karena tidak diawasi seketat
obat, variasi antar produk herbal sangat besar, dari yang masuk kategori
herbal tradisional atau “jamu”, herbal terstandarisasi sampai
fitofarmaka. Pilihlah paling tidak produk herbal terstandarisasi yang
sudah terdaftar BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan).
Banyak
produk herbal ilegal yang diketahui oleh BPOM mengandung bahan kimia
obat. Bila Anda mengambil herbal ini bersamaan dengan obat yang memiliki
bahan aktif yang sama, Anda dapat mengalami overdosis. Lebih buruk
lagi, karena kandungan bahan kimia obat pada produk-produk herbal itu
mungkin banyak atau sudah daluwarsa, Anda bahkan bisa mengalami
keracunan obat. (sumber : majalahkesehatan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar