CARA PENGOLAHAN RAMUAN HERBAL
![](http://3.bp.blogspot.com/-xKABpnwXX9k/T96gqThWxDI/AAAAAAAAASU/jZpdYmMtnY4/s320/556772_3512517491815_1550469641_n.jpg)
Berbeda
dengan obat kimia yang khusus untuk mengobati satu jenis penyakit
tertentu, tanaman obat memiliki khasiat yang beragam. Misalnya, temu
lawak dapat digunakan untuk meningkatkan nafsu makan, meningkatkan
fungsi kerja hati, mengurangi peradangan, menghambat perkembangan virus,
antisembelit, penambah nafsu makan, tonikum, dan mengurangi asam
lambung. Sementara itu, obat kimia, seperti parasetamol hanya digunakan
sebagai obat penurun panas.
Pengobatan tradisional dengan bahan
dari tanaman umumnya dikuasai secara turun-temurun. Pemakaian dan cara
pengolahannya boleh dibilang amat sederhana. Namun, jenis tanaman obat
yang digunakan haruslah tepat. Setiap tanaman memiliki efek farmakologi
yang sangat beragam. Pemakaian tanaman obat yang salah dapat berakibat
fatal.
Selain ketidaktepatan jenis tanaman yang digunakan,
tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian pemakai tanaman herbal kurang
mengindahkan hal-hal yang bersifat higienis. Padahal, alat, bahan, dan
pelaku sebaiknya harus bersih. Untuk menghindarkan hal-hal yang tidak
dikehendaki karena pemakaian obat herbal, ada beberapa hal yang harus
diperhatikan, diantaranya bahan tanaman, pengolahan ramuan, cara
pemakaian, dan tindakan medis lainnya.
A. Bahan Tanaman Herbal
Pemilihan simplisia bahan baku obat herbal sebaiknya memperhatikan
aroma, rasa, kandungan kimia, maupun sifat fisiologisnya. Ketepatan
pemilihan bahan baku obat herbal tidak hanya pada jenis tanaman, tetapi
juga bagian tanaman yang digunakan. Hal ini disebabkan setiap bagian
tanaman memiliki khasiat khusus yang berbeda.
Bagian tanaman
yang biasanya digunakan sebagai obat, di antaranya akar (akar ginseng
dan akar pasak bumi), rimpang (kunyit, jahe, kencur, dan lengkuas),
batang (brotowali), daun (daun dewa, katuk, dan sirih), bunga (melati),
buah (belimbing wuluh dan jeruk nipis), dan kulit buah (mahkota dewa).
Namun, ada pula pemanfaatan obat dari seluruh bagian tanaman (meniran
dan pegagan).
Bahan tanaman yang hendak digunakan untuk
pengobatan sebaiknya dalam keadaan segar. Untuk menjaga kesegaran bahan
dengan cara menyimpannya di tempat yang bersih dan jauh dari panas atau
sinar matahari langsung. Akan lebih baik jika bahan disiapkan atau
dipetik pada hari itu juga sehingga tidak perlu disimpan. Jika telah
terpilih, bahan bahan yang berkualitas baik tersebut dicuci terlebih
dahulu dengan air hingga bersih.
Ada kalanya tanaman obat
dibuat dari bahan kering. Misalnya, rimpang (temu lawak dan kunyit) yang
disajikan dalam bentuk potongan tipis yang dikeringkan. Jika harus
menggunakan yang kering, keadaan bahan harus dalam kondisi baik. Bahan
yang terkena kotoran, lembap, berjamur, dimakan serangga, atau
tergeletak di tempat yang kotor sebaiknya tidak dipakai.
B. Peralatan yang Digunakan
Tidak dapat dipungkiri bahwa kelemahan utarna pada pengobatan
tradisional ialah kurangnya perhatian pada peralatan yang digunakan. Hal
ini tidak boleh dianggap sepele. Alat yang digunakan dapat menularkan
penyakit, membawa kotoran lain, atau bahkan menghilangkan khasiat obat
jika tidak bersih atau alatnya salah.
Sendok, gelas, panci
perebusan, atau peralatan yang dipakai sebaiknya dibersihkan terlebih
dahulu. Jika perlu, alat tersebut direbus atau direndam dalam air panas.
Setelah digunakan, alat harus dibersihkan lagi. Jangan beranggapan alat
tidak perlu dibersihkan benar karena hendak dipakai lagi untuk membuat
obat yang sama. Memang alat akan terkena kotoran lagi, tetapi kotoran
lama yang tertimbun justru dapat mendatangkan masalah baru. Misalnya,
menimbulkan residu pada Mat atau mendatangkan kuman penyakit.
Saringan atau perasan harus dibersihkan dengan benar, sebaiknya direbus
dengan air mendidih. Jika menggunakan saringan dari kain, gunakan kain
bersih, tidak perlu kain baru, yang penting tidak habis digunakan untuk
keperluan lain. Seandainya kain digunakan untuk keperluan lain maka kain
perasan harus dibersihkan dengan baik sebelum dan sesudah pemakaian.
Panci perebusan hendaknya terbuat dari bahan tanah, keramik, kaca, atau
stainless steel. Sedapat mungkin jangan merebus bahan dengan panci dari
alumunium, besi, atau kuningan. Peralatan dari timah hitam atau timbal
juga dilarang keras dipergunakan untuk membuat ramuan. Tujuannya untuk
menghindari timbulnya endapan pembentukan zat racun, konsentrasi larutan
obat menurun, atau efek samping karena reaksi bahan kimia panci dengan
zat yang dikeluarkan tanaman. Selain kebersihan alat, pelaku yang
meracik obat sebaiknya juga menjaga kebersihan tangan dan ruangan.
C. Pengolahan Ramuan Herbal
Beberapa cara mengolah tanaman obat, di antaranya memipis, merebus, dan menyeduh.
1. Memipis
Biasanya bahan yang digunakan berupa bagian tanaman atau tanaman yang masih segar seperti daun, biji, bunga, dan rimpang.
Bahan tersebut dihaluskan dengan ditambahkan sedikit air. Bahan yang
sudah halus diperas hingga 1/4 cangkir. Jika kurang dari 1/4 cangkir,
air matang ditambahkan pada ampas, lalu diperas lagi.
2. Merebus
Tanaman obat direbus agar zat-zat yang berkhasiat di dalam tanaman
larut ke dalam larutan air. Api yang digunakan untuk merebus sebaiknya
yang volumenya mudah diatur. Pada awal perebusan digunakan api besar
hingga mendidih. Jika telah mendidih, bahan di dalam air dibiarkan
selama 5 menit. Selanjutnya, api kompor dikecilkan untuk mencegah air
rebusan meluap sampai air rebusan tersisa sesuai kebutuhan. Bahan yang
berukuran besar dipotong terlebih dahulu.
Air yang digunakan
dalam perebusan adalah air yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak
berasa, dan bening. Air yang kekuningan, berbau, dan mengandung kotoran
sebaiknya tidak digunakan.
3. Menyeduh
Bahan baku yang
digunakan dapat berupa bahan yang masih segar atau bahan yang sudah
dikeringkan. Sebelum diramu, bahan bahan dipotong kecil-kecil. Setelah
siap, bahan diseduh dengan air panas. Setelah didiamkan selama 5 menit,
bahan hasil seduhan disaring.
D. Cara Pemakaian Tanaman Herbal
Untuk setiap jenis penyakit, cara penanganan obat akan berbeda.
Misalnya, untuk penyakit kulit, herbal yang digunakan dengan cara dioles
atau diramu untuk mandi. Untuk penyakit pernapasan (asma), obat
diberikan dengan cara uapnya diisap, selain obat yang diminum juga.
Sementara itu, untuk penyakit hepatitis, demam, dan asam urat, obat
herbal diminum.
Cara mengonsumsi ramuan yang berasal dari
tanaman obat berbeda-beda. Umumnya ramuan dikonsumsi satu jam sebelum
makan. Tujuannya agar proses penyerapan zat-zat yang berkhasiat optimal
dan tidak bercampur dengan makanan lainnya. Bagi yang belum terbiasa
mengonsumsi herbal, sebaiknya dosisnya sedikit demi sedikit. Setelah
terbiasa, dosis yang dianjurkan diminum sekaligus.
Obat herbal
biasanya diminum 2-3 kali sehari dengan dosis yang telah ditentukan.
Dosis yang diminum untuk anak umur 10-15 tahun biasanya 1/2 dosis yang
dianjurkan untuk orang dewasa. Sementara itu, dosis untuk anak-anak umur
5-9 tahun adalah 1/3 dosis orang dewasa.
E. Jangka Waktu Pemakaian Tanaman Herbal
Ramuan tradisional umumnya dibuat dengan cara direbus, diperas, atau
dimakan mentah. Ramuan yang direbus boleh disimpan selama sehari atau 24
jam. Setelah jangka waktu tersebut, sebaiknya ramuan dibuang dan dibuat
lagi yang baru jika masih memerlukannya. Apabila dibuat dari perasan
tanpa direbus, ramuan hanya boleh disimpan selama 12 jam. Lebih dari
waktu itu jangan digunakan lagi karena dapat tercampur kuman atau
kotoran dari udara atau lingkungan sekitarnya.
Umumnya resep
pengobatan yang disajikan berdasarkan pertimbangan jangka waktu di atas.
Namun, tidak ada salah-nya selalu mempertimbangkan jangka waktu
pemakaian ini jika ternyata ramuan yang dibuat berlebih. Jangan
menyimpan ramuan lebih dari waktu yang disarankan hanya karena sayang
membuangnya. Ingatlah bahwa kesehatan lebih penting dari sekedar bahan
tersebut.
F. Tindakan Medis Lainnya
Meskipun dianjurkan
pemakaian obat tradisional sebagai tindakan pengobatan penyakit, tidak
berarti pengobatan medis atau kedokteran modern diabaikan. Penderita
tetap boleh dan harus di bawa ke rumah sakit, puskesmas, atau dokter
yang terdekat, terlebih lagi jika penyakitnya parah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar